Rabu, 08 September 2010

Dikutip dari 5 cm




“A woman’s heart is deeper than the ocean for a secret.”

Kate Winslet-Titanic


“Man gotta do what man gotta do!”


“You may say I’m adreamer but I’m not the only one.”

John Lennon-Imagine


“Everyman dies not everyman really lives.”

Mel gibson-Braveheart


“I.. Just run!”

“Tom Hanks-Forrest Gump


“For a revolution, it’s one triumph or die.”

Che Ghuevara


“I’m gonna love you till the heaven stops the rain.”

Jim Morrisson-The Doors


“If you lost.. You can look and you will find me time after time.”

Cindy Lauper-Time After Time


“All my life changing everyday in every possible way.”

The Cranberries-Dreams


“I’ve been looking so long at these pictures of you

That I almost believe that they’re real

I’ve been living so long with my pictures of you

That I almost believe that the pictures are all I could feel.”


“Cogito Ergo Sum – Aku berpikir maka aku ada.”

Socrates

Renungkan

Mula-mula, kita membentuk

kebiasaan kita;

lama-kelamaan.

kebiasaan kitalah yang

membentuk kita.

-PUJANGGA INGGRIS-

Kalau siapa saya

adalah tergantung pada

apa yang saya punya,

dan apa yang saya punya

sudah hilang,

lalu,

saya ini siapa?

-ANONIM-

“Yang tragis adalah

orang yang

seumur hidupnya

tidak pernah

mengerahkan

seluruh

kemampuan

maksimalnya.”

-ARNOLD BENNETT-

Manusia bisa bahagia

atau tidak

adalah

tergantung pilihannya sendiri.

-ABRAHAM LINCOLN-

Pertanyaan paling mendesak

dalam hidup ini:

Apakah yang kamu perbuat

bagi orang lain?

-MARTIN LUTHER KING JR.-

Dengarkanlah,

kalau tidak,

lidahmu akan

membuatmu tuli.

-PEPATAH SUKU PRIBUMI

AMERIKA-

Perbedaan-perbedaan

menciptakan tantangan

dalam hidup

yang membuka pintu

menuju penemuan.

-ANONIM-

Waktu

memperbaiki atap

adalah

di kala matahari

terik.

-JOHN F. KENNEDY-

Jangan sampai ada

orang yang datang

kepadamu tanpa

menjadi lebih baik

atau lebih bahagia

setelah itu. Jadilah

ungkapan

kemurahan Tuhan:

kemurahan di

wajahmu,

kemurahan di,

matamu,

kemurahan pada

senyummu.

-IBU TERESA-


Jadi, pastikanlah kalau

melangkah.

Melangkahlah hati-hati

dan taktis.

Dan ingatlah bahwa hidup

adalah soal Memelihara

Keseimbangan

Dan apakah kamu

akan sukses?

Pasti!

(98,3/4% dijamin)

Nah, kamu bisa

menggeser gunung.

-DR. SEUSS-

Minggu, 22 Agustus 2010

Freakin' Earthquake

Sabtu, 21 Agustus 2010
Seperti malming-malming sebelumnya, kita tetep nggak tau musti ngapain. Terlalu banyak rencana tepatnya. Gale-lah, Shopping-lah, Phuket-lah tapi ujung-unjungnya kita ke Dixie. Aneh, kan? Diluar opsi kita saat itu.
Dengan kantong dan dandanan seadanya kita ke Dixie. Ternyata Dixie ramai banget!

18.30 WIB, 2nd floor Dixie Gejayan
Aku, Maria, Ajeng, Monic, Tepi lagi nungguin makanan sambil sibuk masing-masing. Aku sibuk perhatiin Jalan Gejayan yang ramai tapi normal untuk ukuran malming, Monic sama Tepi sibuk sama majalah, Ajeng sibuk sama hape barunya, dan Maria autis sama Ito-nya). Posisi kita di pojokan saat itu, deket kaca.

Sekitar pukul 19.00 WIB
Masih sibuk sama aktivitas masing-masing.
Tiba-tibaaa... Kok meja sama lantainya getar ya?
Orang-orang panik. Lantai dua yang tadinya emang gaduh jadi makin gaduh karena orang-orang pada teriak, “Gempaaaa, gempaaaaa!” Refleks kita berdiri dan pegang hape sama dompet masing-masing. Dari tempat itu kita bisa liat beberapa mobil yang lagi melaju kini menepi dan orang-orang yang ada di lantai satu berhamburan dan menatap bangunan Dixie dengan ngeri.
Bumi masih bergetar.
Orang-orang makin panik. Ada yang lari turun tangga (Ok, that was a bad idea!), ada yang teriak-teriak histeris, ada yang tiarap di kolong meja (Ini baru betul!), dan ada yang dengan bodohnya cuma berdiri-bengong-pucet-nggaktaumaungapain, kita.
Getaran berhenti.
Kita masih berdiri-bengong-pucet-nggaktaumaungapain. Orang-orang mulai tenang dan kembali ke tempat duduk dan aktivitas masing-masing, bahkan mbak-mbak yang ngumpet di kolong meja tadi juga sudah berdiri dan dengan cool-nya ngerapiin dandanan yang sempat kacau. Kita? Masih berdiri dengan tangan dan kaki yang gemetar dan muka pucat, terutama Tepi.
Setelah duduk dan kesadaran kembali, kita pegang hape masing-masing. Kasih kabar ortu dan sanak saudara (dan pacar), buka facebook dan twitter (sempat-sempatnya).
5 SR dengan kedalaman 10 km di darat rupanya, pantesan kenceng. Jalan Gejayan yang mulanya masih normal untuk ukuran malming jadi penuh, hampir macet. Monic masih panik. Maklum, dia trauma sama gempa Jogja 2006 lalu. Nggak selang lama gempa Jogja kali ini sudah nangkring di Trending Topik. (Zzzzzzz -.-) dan banyak situs berita online yang ngabarin gempa ini. Seandainya nggak cuma heboh pasca-gempa aja yang cepet beredar, tapi juga earthquake warning-nya. Ngarep.

Ada tips bagus dari mamanya Tepi pas ngadepin gempa di restoran, angkat piring lalu kabuuuuuur! Nah, kalau gitu kan jadi gratisan :D

Rabu, 11 Agustus 2010

Dengarkanlah

Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah menasihati aku,
kamu tidak memberikan apa yang ku minta.

Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah mengatakan mengapa
aku seharusnya tidak merasa seperti itu,
kamu menginjak-injak perasaanku.

Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah merasa punya
sesuatu untuk mengatasi masalahku,
walaupun tampaknya aneh,
kamu sungguh mengecewakan aku.

Dengarlah!

Yang kuminta hanyalah agar
kamu mendengarkan.

Jangan bicara
atau berbuat – dengarkan saja.


-7 habbits-

Senin, 28 Juni 2010

Diambil dari Buku 7 Habbits



Ketika aku masih kecil dan bebas,

dan imajinasiku tidak ada batasnya, aku

mengimpikan untuk mengubah dunia;

Ketika aku semakin besar dan

semakin bijaksana, aku sadar bahwa

dunia tak mungkin diubah.

Dan aku putuskan untuk mengurangi

impianku sedikit dan hanya mengubah

negaraku. Tetapi itupun tampaknya

tidak mungkin.

Ketika aku memasuki usia senja,

dalam suatu upaya terakhir, aku berusaha

mengubah keluargaku sendiri, mereka

yang paling dekat denganku, tetapi sayang,

mereka tidak menggubrisku.

Dan sekarang menjelang ajal, aku sadar

(mungkin untuk pertama kalinya) bahwa kalau

saja aku mengubah diriku dulu, lalu dengan

teladan mungkin aku bisa mempengaruhi

keluargaku, dan dengan mendorong serta

dukungan mereka mungkin aku bisa membuat

negaraku menjadi lebih baik, dan siapa tahu,

mungkin aku bisa mengubah dunia.

Foot Print in The Sands


One night
I had a dream, I
was walking along the
beach with The Lord; and
across the skies flashed
scenes from my life. In each
scenes I noticed two sets of foot
prints in the sand and to my surprise,
I noticed that many times along the
path of my life there was only one
set of foot prints. And I noticed that
it was at the lowest and saddest
times in my life. I asked The Lord
about it. Lord you said that once
I decided to follow you, you
would walk with me all the
way. But I noiced that
during the most trouble
sometimes in my life
there is only one set of
foot prints. I don’t under-
stand why you left my side
when I needed you most
The Lord said: “My precious
child, I never left you during
your time or trial where
you see only one set
of foot prints. I was
carrying you.”

Rabu, 26 Mei 2010

Peringatan

Kamu tahu, kan arti kalimat mendapatkan jauh lebih mudah daripada mempertahankan? Kamu tahu, kan bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang sudah kamu dapatkan dengan penuh perjuangan? Kamu juga tahu, kan berapa harga yang harus dibayar untuk menebus kesempatan kedua yang mahal? Harus semua terulang lagi, kah?

Apa perlu aku memberitahumu bagaimana sakitnya dilepas begitu saja? Apa perlu aku memberitahumu bagaimana lelahnya menerka? Apa perlu aku memberitahumu bagaimana sulitnya mencari serpihan yang tercecer? Apa perlu aku memberitahumu bagaimana kesalnya hanya berdiri sebagai penonton pasif, hanya dapat melihat dan mendegar apa yang terjadi, sedangkan komentar, protes, atau apapun yang keluar juga tak akan didengar dan tersampaikan?

Sepertinya kamu belum banyak belajar dari pengalaman. Kamu harus banyak belajar bagaimana cara mempertahankan! Mungkin kesempatan kedua tersedia untukmu, tapi bagaimana dengan yang ketiga? Jangan banyak berharap!

Begitu bebal dan bodohnya jika nanti kamu kehilangan lagi yang sudah kau gengam sebelumnya namun sempat terlepas. Begitu egoisnya jika nanti kamu mengorbankan perasaan sekitarmu, bahkan mematikan hatimu demi pemikiranmu yang mati. Apa kamu tidak merasa lelah terus menerus mengenakan topeng sekaligus perisaimu yang selalu berkata, "Semua baik-baik saja. Aku hanya ingin minta maaf dan berterima kasih"?

Bukan berarti aku menuntutmu melakukan ini-itu. Jangan pernah berpikir aku memberi. Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Bertindak sesuai dan untuk hati dan rasioku, bukan untukmu atau siapapun. Aku hanya mengingatkanmu bahaya bermain peran!

Kamis, 06 Mei 2010

Maaf?

5 Mei 2010 pukul 21.00
Bel tanda jam belajar berakhir berbunyi. Di hadapan saya tersedia hidangan yang sangat lezat dan mampu menghangatkan otak saya dari udara dingin yang diakibatkan hujan sore harinya, buku paket dan LKS PKn. Ya, besok saya ulangan. Belum begitu malam memang, tapi aku sudah amat ngantuk dan lelah. Asrama yang tenang (sebelumnya aku jarang menemukan ketenangan seperti ini di sini) ditambah udara sejuk benar-benar mengiringku untuk naik ke atas kasur dan meninggalkan semua materi PKn yang harus ku jamah. Pukul 21.40. Aku memutuskan untuk menyudahi pertarungan dengan PKn dan mulai merangkak di bawah selimut ku yang hangat.

Pukul 21.52
Nokia ku bergetar. Ada SMS masuk. Aku tersenyum saat membaca nama yang mucul pada layar. Dia rupanya. Senang sekali rasanya karena selama beberapa hari ini kami tidak berkomunikasi lewat media apapun (lagi-lagi) karena alasan klise, sibuk.


"Maafin aku, ya..
Kalo aku udah banyak salah sama kamu..
Aku udah nyakitin kamu jauh lebih dari sakit-sakit biasa..
Maaf aku pernah mampir dihidup kamu..
Pernah jadi bagian kecil dihidup kamu..
Maaf.."



Akua bergetar membacanya..
Ada sesuatu yang salah.

Kenapa tiba-tiba permintaan maaf ini muncul?
Apa yang harus dimaafkan?
Apa yang buat kamu minta maaf?

Aku kira semua sudah berakhir dan sudah dimulai lagi.
Artinya semua sudah termaafkan.

Bukan bermaksud berprasangka buruk sama kamu. You are trying to hide something now. I know 'cause I have strong feeling enough. Semua yang terlintas di hadapan ku cukup menggambarkan bahwa memang ada sesuatu yang tidak beres. Aku nggak maksa kamu buat cerita semua ini, apalagi sekarang. I just want you to know that I'm here and waiting for your share.


Waktu hampir 3 tahun bukan waktu yang singkat buat aku kenali kamu. Aku juga cukup tahu perasaannya karena ia pun cukup gamblang mengekspresikan dirinya lewat media yang jelas-jelas aku ada di sana.

Selasa, 04 Mei 2010

Terulang Lagi?

Salah, jika saya hanya ingin tahu apa yang sedang berputar di sana?
Salah, jika saya hanya ingin tahu siapa yang sedang menyikut saya?
Salah, jika saya hanya ingin tahu siapa Anda?
Salah, jika saya hanya ingin tahu apa yang Anda perbuat?

Lewat cara yang serupa saya mengetahuinya. Ini bukan kali pertama, tapi saya yakin ini bukan yang tearkhir pula. Walaupun begitu, pertanyaan saya tetap sama dan ternyata masih belum terjawab. Ada apa sebenarnya?

Saya kira semua sudah berakhir dan sedang dimulai sesuatu yang baru. Tapi ternyata..

Rabu, 14 April 2010

Bukan Maksud Sok Nasionalis

Suatu ketika saya, steffi, dan ajeng sedang sarapan di warung sebelah asrama. Ternyata ramai, banyak adik asrama saya yang juga sedang sarapan di sana. Ya, hari itu kami kelas X dan XI libur karena kelas XII ujian sekolah. Untung saja kami masih kebagian tempat. Setelah beberapa saat menunggu, makanan kami tiba. Sambil makan kami mendengarkan adik-adik yang sedang berdiskusi.

****

"Kata papaku, kalau ngambil S1 di luar, nanti susah cari kerja di dalem (Indonesia :Red)"

"Makanya, S1 di sini dulu nanti ngambil S2 di luar, terus cari kerja dan netap di sana. Kalau perlu pindah kewarganegaraan sekalian."

"Hahahahaa! Iya ya.. Hmmm.. Aku pingin jadi warganegara Perancis! Kayaknya gimana gitu."

"Eh, tapi kayaknya pindah kewarganegaraan di Indonesia tuh ribet nggak sih."

"Iya, Indonesia ini apa-apa dipersulit!"

"Bukan dipersulit, tapi diperduit! Hahahaaa!"


****

Itulah sepenggal obrolan yang saya dengar. Ironis. Generasi muda tidak lagi cinta dengan bumi pertiwinya padahal kamilah yang memegang penting masa depan bangsa. Memang masih banyak pemuda yang nasionalis, tapi yang apatis juga banyak, dalam kasus ini contohnya. Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau generasi mudanya lari ke negeri tetangga yang (katanya) lebih elok?

Generasi muda yang (katanya) kritis harusnya jangan hanya mencibir kondisi bangsa saat ini, tapi ayo kita perbaiki agar bangsa ini sesuai dengan yang kita harapkan!

Minggu, 11 April 2010

Ada Apa?

Saya terdiam di atas kasur sambil menatap langit-langit ruangan dengan mata menyipit karena silau tertimpa sinar lampu yang tergantung ditengahnya. Sunyi. Sudah tidak ada aktivitas lagi di luar sana rupanya, bahkan sayup suara televisipun tidak lagi saya dengar. Satu-satunya bunyi yang sampai gendang telinga saya hanya suara putaran kipas angin. Tentu saja suara keypad telepon genggam yang sedang saya gunakan untuk menulis catatan ini tidak termasuk.

Pukul 23.17 saat ini dan lagi-lagi saya masih segar bugar. Ya, sama sekali saya belum mengantuk. Memejamkan mata, mendengarkan instrumen musik klasik, dan sit up hingga perut saya kram ternyata belum mampu menurunkan tingkat kesadaran saya. Saya benci saat-saat macam ini dimana saya masih terjaga padahal semua sudah terbuai dalam dunia masing-masing tanpa penetrasi dari manapun. Mengapa? Karena situasi ini memberikan saya kelonggaran untuk memikirkan semua hal yang sama sekali tidak layak untuk saya angkat ke permukaan! Saya benci hal ini!

Beberapa saat yang lalu ia datang dan saya amat yakin jika kedatangannya dimaksudkan untuk tujuan tertentu yang saya tidak tahu apa itu. Bahkan ia mulai berani untuk memancing saya membuka sebuat peti yang selama ini saya simpan rapat-rapat. Ada apa ini? Beritahu saya apa yang sebenarnya terjadi! Saya sudah amat lelah terjebak dengan segala pertanyaan yang saya lontarkan tanpa ada yang menjawab.

Beruntung saya adalah pribadi dengan sifat gengsi dan cerdik yang cukup tinggi sehingga tak mudah terhanyut permainannya. Namun ini tidak selamanya menjamin. Jika suatu saat kesabaran saya sudah habis, saya akan menuntutnya menjawab semua pertanyaan saya yang berawal dari sikap ganjilnya dengan cara saya sendiri!

Jumat, 26 Maret 2010

26 Maret 2010

Pukul 11.25. Handphone yang berada di sebelahku bergetar. Aku tak lagi terkejut. "Sudah saatnya," pikirku setelah membaca Si Pengirin SMS. Setengah hati ku buka inbox tadi. Bukan karena tidak ingin mengetahui apa isinya, tapi karena aku sudah tahu jika SMS tadi bernada kurang enak.


Bentar lagi kok..
Dua bulan lagi..
Haha
:D

Ganti baju..
Hehe
Nih udah mau berangkat..
Jangan nangis kamu..
Wkwkwk..

Aku tersenyum, getir rasanya. "Secepat ini, ya? Padahal semuanya baru dimulai lagi," aku menghela nafas yang entah sudah keberapa kalinya selama aku menghadap Axioo merahku ini.

Rabu, 24 Maret 2010

Antara Saya, Tepi, Meme, Nike, dan Tunda

XI Is 2, 19 Maret 2010



"Kamu mau jadi The Next ........ ?"

Jujur saja, saat kata-kata itu terlontar aku tidak dapat memikirkan apapun. Otakku membeku seketika.

"Sakit, tahu. Cukup aku aja yang ngerasain. Masa kamu mau buat orang sebaik dia ngerasain hal yang sama?" lanjutnya kemudian.

Well, dengan sukses temanku satu ini membuatku merasa bersalah karena telah melakukan suatu kejahatan besar.

"Kalu kamu memang nggak suka, kenapa kamu bawa dia sejauh ini? Ayolah, kamu harus belajar buka hati. Sampai kapan kamu mau dibayangi bocah itu?" timpal yang lain.

Oh, damn! Aku merasa bak terdakwa yang sedang mendengar tuntutan jaksa ata pelanggaran yang ku lakukan, ditambah semua mata dan konsentrasi pengunjung sidang yang terpaku padaku yang hanya bisa duduk, diam, dan menunduk kaku.

Logika memang menuntutku untuk melawan, membantah semua tuduhan yang dialamatkan padaku. "Bukan begitu maksudku. Aku sedang berusaha melawan bayangan ini semua. Ini bagian dari proses! Butuh waktu! Oleh karena itu, jika permintaan itu datang hari ini, tentu saja aku akan menolaknya. Aku belum mampu!"

"Mengapa tidak? Berapa lama lagi waktu yang kamu minta, yang kamu butuhkan? Waktu selama ini masih kurang buatmu?"

"Yaaaa... Karena memang aku belum siap, terutama untuk waktu dekat ini. Belum terpikir akan melangkah kesana. Entah sampai kapan," jawabku terbata-bata. Ya, aku mencari-cari alasan yang sama sekali tidak kuat. Aku sadar itu.

"Kalau seandainya dalam waktu dekat ini dia memintamu, berarti kamu akan memintanya buat nungguin kamu?"

"Mudah-mudahan tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini," kataku tidak menjawab pertanyaan mereka.

Minggu, 21 Maret 2010

Catatan 17 Maret 2010

Petang ini Anda cukup menggetarkan saya dengan sebuah sapaan yang menurut saya amat tidak beralasan. Bagaimana bisa Anda yang notabene tidak mengetahui apapun, sedikitpun ada apa diantara saya dan dirinya, tiba-tiba mengeluarkan sebongkah besar opini yang saya yakini keliru.

Bukan berarti saya menyalahkan Anda yang beropini, hanya saja saya merasa apa yang Anda lontarkan pada dasarnya hanya sebatas apa yang dapat Anda lihat di permukaan, tanpa tahu masalah apa yang mendasar. Kita memang dibebaskan untuk berasumsi, bukan? Tapi apalah artinya jika diisi dengan sudut pandang sepihak, ditambah lagi tidak ada kapasitas Anda untuk berseru dan menilai demikian.

Jujur saja saya sedikit geli mendengar apa yang Anda lebelkan pada diri saya. Sekali lagi itu hak Anda untuk memberi penilaian atas diri saya. Selama ini saya berusaha untuk bertahan, walau saya tahu perlahan Anda mencibir saya dan dirinya di belakang. Bahkan belakangan Anda menunjukkan rasa antipati itu pada saya dan dirinya. Saat itu pula saya masih tak bergeming karena saya masih menghargai Anda.

Sekarang, setelah semua ini berakhir dengan kondisi yang melenceng jauh dari skenario awal, yang bahkan saya dan dirinya yang selakuk pelakupun tidak memahami bagaimana jalan ceritanya, Anda datang, menghardik saya dengan segalam pemikiran Anda yang menuntut, menuntutnya untuk terus bermain peran, serta memaparkan semua alurnya dihadapan penonton.

Maaf, tidak semudah itu.

Too hard for me and him to tell you all and too complicated for them to understand. Just shut up!

Senin, 08 Maret 2010

empat ratus enam puluh kilometer

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa kabar?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa yang sedang kau lakukan saat ini?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa masih ada sedikit sisa tentang diriku dipikiranmu?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa masih tertinggal jejak langkah kakiku dihatimu?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
masih adakah gambaran masa depan yang selama ini kta lukis bersama?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
masih terekamkah semua senandung kita?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
masih ingatkah akan perjalanan kita,
mulai dari kilometer ke-nol hingga ke-empat ratus enam puluh ini?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa arti semua ini untukmu?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
ke mana arah kemudimu saat ini?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa yang sebenarnya terjadi antara kita?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
apa hati dan pikiranmu sudah beku karena derajat celcius lingkunganmu?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
aku harap pagi ini kau menyapaku denagn senyum khasmu.

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
tahukah kamu betapa manisnya ini?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
tahukah kamu betapa pahitnya ini?

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
aku yakin kamu mengecap getir yang sama.

Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
aku akan selalu mendoakanmu.




Hey, kamu yang ada di kurang lebih empat ratus enam puluh kilometer arah timur sana,
aku (masih) di sini!









Yogyakarta, 02 Maret 2010

Rabu, 24 Februari 2010

24 Februari 2010, Catatan Hari Ini

Waktu di hp dopod jebot saya menunjukkan waktu 14:18 dan saya sedang nge-net di komputer asrama yang terletak di aula.

Duduklah Francisca Steffi di sebelah kiri saya yang sedang dipusingkan dengan tugas sosiologi yang besok sudah harus dikumpulkan, mencari gambar tentang masyarakat multikultural. Saking pusingnya (ditambah panas Jogja yang dasyat) lagu Stasiun Balapan (Didi Kempot) entah sadar atau tidak dilantukan dengan desperate-nya. Hahahhaaa!

Di meja tengah aula sana, adas beberapa kakak asramaku yang sedang makan siang.

*Eh, makan siang asrama hari ini apa, sih?


Sekolah hari ini terlewati layaknya hari biasanya.



Jam pertama dan kedua Bahasa Inggris. Saya ulangan vocab susulan karena saat itu saya tidak masuk. (Maag sialan!)



Jam ketiga dan keempat TIK. Standar.



Jam kelima-keenam BAHASA JEPANG!
Sepertinya Sensei lagi (maaf) kesetanan. Ngamuk-ngamuk terus kerjaannya. Apa ini artinya sensei sudah kembali seperti semula setelah beberapa pertemuan sebelumnya tidak semenyebalkan?



Jam ketujuh seni musik. Akhirnya kami, siswi XI Is 2 untuk pertama kalinya selama semester dua naik ke ruang musik di lantai tiga. Hahahaa!
Saat kami sedang asyik nyanyi ngalor-ngidul, tiba-tiba Meme nyeletuk sambil tertawa,

"Eh, mbok nyanyiin lagu cinta yang nggak direstui!"

Saat itu pemikiran saya melambung ke beberapa waktu silam.

Memang tidak se-ekstrem kata-kata Meme tadi, tapi memang izin dari orang tua yang belum turun membuat kami diam di tempat.
Bukan menyalahkan orang tuanya, dia, atau siapapun, tapi ya memang beginilah kenyataannya.

Walau sempat kami menipu diri kami masing-masing dengan mengatakan semua akan berjalan baik-baik saja,
(dengan tetap memperhatikan saran orang tua bilang "Jangan dulu ya, Nak. Berteman dulu.")
pada akhirnya berakhir juga, kan.

Kami terlalu memaksakan diri. Saat itu kami egois.

Hahahaha!
Cukuplah flash back yang menyakitkan saat itu.



Jam ke delapan agama. Kerja kelompok saat itu terisi dengan guyon-guyon nggak cetha sama Tunda. bocah satu itu memang nggak bisa diem, sih. Ada aja tingkahnya!



Berhubung gado-gado yang saya tunggu sembari membuat tulisan ini sudah datang (Makasih ya, Ajeng!), cukuplah tulisan saya saat ini. Saya sudah lapar.

Makasih yang udah baca tulisan nggak jelas ini...:)

Selasa, 23 Februari 2010

30 November 2009

Blank, kecewa, hopeless, shocked, nggak percaya.
-Semua campur aduk jadi satu sampaisampai aku nggak nemuin katakata yang tepat buat gambarin itu-

Walaupun nggak jelas ada apa sebenernya,
Tapi kayaknya
Jembatan yang hubungkan jarak kuranglebih 490 kilometer itu udah ambruk,
Dan digantikan sama jalan setapak yang jaraknya cuma sekian meter.

Ada yang bilang,
"witing tresna jalaran saka kulina"
(mogamoga aku nggak salah nulis)
Dan ternyata emang bener, kan!
6 bulan bukan waktu yang singkat buat pembuktian pandangan tadi.

Daripada dipusingkan sama sesuatu yang kadang terlalu dingin atau bahkan terlalu menyengat,
Lebih baik sama sesuatu yang bisa berubah jadi apa aja yang diinginkan!

Sesuatu yang begini,
Sesuatu yang begitu,
Sesuatu yang kaya gini,
Sesuatu yang kaya gitu,
Dan sesuatu yang lebih EXTROVERT,
(mungkin!)
sesuatu yang blablabla.

Apapun lah itu,
Aku harap itu yang terbaik.
(yang terbaik kadangkala nggak sesuai sama keinginan kita, kan?)

If there is no Miracle from God for me,
I believe that He will gives the the other miracles!


Kamu tetep kamu.
Aku tetep aku.
(aku harap nggak ada yang berubah)


Memang sudah nggak se perih dulu,
tapi namanya luka yang dalem tetap akan ninggalin bekas, bukan?

Aku sudah maafin kamu,
tapi nggak berarti aku ngelupain semua yang udah kamu kasih,
termasuk yang terakhir ini.


Selamat menikmati duniamu yang baru ini!
Semoga aja kamu sadar ke mana kamu melangkah.





Maaf kalo disini aku pake katakata "sesuatu" yang mungkin sedikit kurang pantes.

Seven Habbits for Teenage by Sean Covey

TOLONGLAH..
DENGARKAN APA YANG
TIDAK KU UCAPKAN





Jangan terkecoh olehku. Jangan terkecoh oleh topeng yang ku pakai. Karena aku memakai topeng, aku memakai seribu topeng, topeng yang takut ku lepaskan, yang tidak satupun adalah diriku. Pura-pura adalah seni yang jadi sifat kedua bagiku, tetapi jangan terkecoh, deh.


..Aku memberikan kesan bahwa aku tenteram, bahwa semuanya beres, baik di dalam batin maupun lingkunganku; bahwa kepercayaan diri adalah ciri-ciriku dan sikap tenang adalah kebiasaanku; bahwa perairannya tenang dan bahwa akulah yang memegang kendali dan aku tidak butuh siapapun. Tetapi jangan percaya, deh; ku mohon.


Aku mengobrol santai denganmu dengan nada basa-basi. Aku katakan segalanya yang sebenarnya tidak ada artinya, yang sama sekali lain dari pada seruan hatiku. Jadi, kalau aku sedang berceloteh, jangan terkecoh oleh apa yang ku ucapkan. Tolong dengarkan dengan seksama dan berusahalah mendengar apa yang tidak ku ucapkan; apa yang ingin dapat ku ucapkan; apa, demi keselamatan, yang perlu ku ucapkan tetapi tidak bisa. Aku tidak suka bersembunyi. Sejujurnya, lho. Aku tidak suka permainan basa-basi yang ku mainkan ini.


Sebenarnya aku ingin tulus, spontan, dan menjadi diriku sendiri; tetapi kamu harus menolong aku. Kamu harus menolong aku dengan mengulurkan tanganmu, sekalipun kelihatannya aku tidak menginginkannya atau membutuhkannya. Setiap kali kamu bersikap baik serta lembut dan memberikan dorongan, setiap kali kamu berusaha mengerti karena kamu sungguh peduli, hatiku bersayap. Sayap kecil, sih. Sayap lemah, sih. Tetapi pokoknya bersayap. Dengan kepekaanmu dan simpatimu serta daya pengertianmu, aku bisa menaggung semuanya. Kamu bisa menghembuskan nafas kehidupan ke dalam diriku.


Pasti tidak mudah bagimu. Keyakinan akan ketidakberhargaan yang sudah lama pasti membangun dinding yang kuat. Tetapi kasih lebih kuat dari pada dinding yang kuat, dan di sanalah letaknya pengharapanku. Tolong usahakan untuk merubuhkan dinding itu dengan tangan-tangan yang kokoh, tetapi lembut. Karena seorang anak itu peka, dan aku ini anak-anak.




Siapa, sih, aku, mungkin kamu bertanya-tanya.


Karena aku adalah setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak..




Setiap manusia yang kamu temui.





-Seven Habbits for Teenage by Sean Covey-

I'm - The New Comer


Perkenalkan, nama saya Lorentia Laras Arganingtyas. Biasanya sih saya dipanggil Laras, tapi ada juga beberapa kawan yang memanggil saya Lorent, atau bahkan dengan beberapa sebutan nyeleneh, seperti Mak Bongki (Tokoh dukun di reality show JTV -Jawa Timur TV), tompel, andeng-andeng (Anda juga pasti tahu apa sebabnya), bahkan Wolfi.

17 Tahun saya dihabiskan di berbagai kota. Mulai dari Jakarta yang merupakan kota kelahiran saya, Sidoarjo, Delanggu (sebuah kecamatan di Klaten-Jawa Tengah) Yogyakarta, kembali lagi ke Sidoarjo, dan pada akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan SMA di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta.


Setelah sekian lama terbesit pemikiran untuk membuat blog, akhirnya terealisasi juga.

Nggak jauh beda dengan orang lain yang membuat blog pada umumnya, alasan saya membuat akun ini adalah ISENG!
hahahha!
Kebetulan saya suka menulis, jadi saya pikir ini adalah salah satu saran yang dapat saya gunakan untuk mengapresiasi diri.



Saya rasa sudah cukup perkenalannya.
Terima kasih..:)