XI Is 2, 19 Maret 2010
"Kamu mau jadi The Next ........ ?"
Jujur saja, saat kata-kata itu terlontar aku tidak dapat memikirkan apapun. Otakku membeku seketika.
"Sakit, tahu. Cukup aku aja yang ngerasain. Masa kamu mau buat orang sebaik dia ngerasain hal yang sama?" lanjutnya kemudian.
Well, dengan sukses temanku satu ini membuatku merasa bersalah karena telah melakukan suatu kejahatan besar.
"Kalu kamu memang nggak suka, kenapa kamu bawa dia sejauh ini? Ayolah, kamu harus belajar buka hati. Sampai kapan kamu mau dibayangi bocah itu?" timpal yang lain.
Oh, damn! Aku merasa bak terdakwa yang sedang mendengar tuntutan jaksa ata pelanggaran yang ku lakukan, ditambah semua mata dan konsentrasi pengunjung sidang yang terpaku padaku yang hanya bisa duduk, diam, dan menunduk kaku.
Logika memang menuntutku untuk melawan, membantah semua tuduhan yang dialamatkan padaku. "Bukan begitu maksudku. Aku sedang berusaha melawan bayangan ini semua. Ini bagian dari proses! Butuh waktu! Oleh karena itu, jika permintaan itu datang hari ini, tentu saja aku akan menolaknya. Aku belum mampu!"
"Mengapa tidak? Berapa lama lagi waktu yang kamu minta, yang kamu butuhkan? Waktu selama ini masih kurang buatmu?"
"Yaaaa... Karena memang aku belum siap, terutama untuk waktu dekat ini. Belum terpikir akan melangkah kesana. Entah sampai kapan," jawabku terbata-bata. Ya, aku mencari-cari alasan yang sama sekali tidak kuat. Aku sadar itu.
"Kalau seandainya dalam waktu dekat ini dia memintamu, berarti kamu akan memintanya buat nungguin kamu?"
"Mudah-mudahan tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini," kataku tidak menjawab pertanyaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar