Rabu, 14 April 2010

Bukan Maksud Sok Nasionalis

Suatu ketika saya, steffi, dan ajeng sedang sarapan di warung sebelah asrama. Ternyata ramai, banyak adik asrama saya yang juga sedang sarapan di sana. Ya, hari itu kami kelas X dan XI libur karena kelas XII ujian sekolah. Untung saja kami masih kebagian tempat. Setelah beberapa saat menunggu, makanan kami tiba. Sambil makan kami mendengarkan adik-adik yang sedang berdiskusi.

****

"Kata papaku, kalau ngambil S1 di luar, nanti susah cari kerja di dalem (Indonesia :Red)"

"Makanya, S1 di sini dulu nanti ngambil S2 di luar, terus cari kerja dan netap di sana. Kalau perlu pindah kewarganegaraan sekalian."

"Hahahahaa! Iya ya.. Hmmm.. Aku pingin jadi warganegara Perancis! Kayaknya gimana gitu."

"Eh, tapi kayaknya pindah kewarganegaraan di Indonesia tuh ribet nggak sih."

"Iya, Indonesia ini apa-apa dipersulit!"

"Bukan dipersulit, tapi diperduit! Hahahaaa!"


****

Itulah sepenggal obrolan yang saya dengar. Ironis. Generasi muda tidak lagi cinta dengan bumi pertiwinya padahal kamilah yang memegang penting masa depan bangsa. Memang masih banyak pemuda yang nasionalis, tapi yang apatis juga banyak, dalam kasus ini contohnya. Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau generasi mudanya lari ke negeri tetangga yang (katanya) lebih elok?

Generasi muda yang (katanya) kritis harusnya jangan hanya mencibir kondisi bangsa saat ini, tapi ayo kita perbaiki agar bangsa ini sesuai dengan yang kita harapkan!

Minggu, 11 April 2010

Ada Apa?

Saya terdiam di atas kasur sambil menatap langit-langit ruangan dengan mata menyipit karena silau tertimpa sinar lampu yang tergantung ditengahnya. Sunyi. Sudah tidak ada aktivitas lagi di luar sana rupanya, bahkan sayup suara televisipun tidak lagi saya dengar. Satu-satunya bunyi yang sampai gendang telinga saya hanya suara putaran kipas angin. Tentu saja suara keypad telepon genggam yang sedang saya gunakan untuk menulis catatan ini tidak termasuk.

Pukul 23.17 saat ini dan lagi-lagi saya masih segar bugar. Ya, sama sekali saya belum mengantuk. Memejamkan mata, mendengarkan instrumen musik klasik, dan sit up hingga perut saya kram ternyata belum mampu menurunkan tingkat kesadaran saya. Saya benci saat-saat macam ini dimana saya masih terjaga padahal semua sudah terbuai dalam dunia masing-masing tanpa penetrasi dari manapun. Mengapa? Karena situasi ini memberikan saya kelonggaran untuk memikirkan semua hal yang sama sekali tidak layak untuk saya angkat ke permukaan! Saya benci hal ini!

Beberapa saat yang lalu ia datang dan saya amat yakin jika kedatangannya dimaksudkan untuk tujuan tertentu yang saya tidak tahu apa itu. Bahkan ia mulai berani untuk memancing saya membuka sebuat peti yang selama ini saya simpan rapat-rapat. Ada apa ini? Beritahu saya apa yang sebenarnya terjadi! Saya sudah amat lelah terjebak dengan segala pertanyaan yang saya lontarkan tanpa ada yang menjawab.

Beruntung saya adalah pribadi dengan sifat gengsi dan cerdik yang cukup tinggi sehingga tak mudah terhanyut permainannya. Namun ini tidak selamanya menjamin. Jika suatu saat kesabaran saya sudah habis, saya akan menuntutnya menjawab semua pertanyaan saya yang berawal dari sikap ganjilnya dengan cara saya sendiri!